sesuatu yang paling penting didunia ini

Guru memberikan 6 pertanyaan pada muridnya:

1.Apa yang paling dekat pada kita saat ini?

Murid pertama menjawab” sahabat yang paling dekat pada kita saat ini”

Murid kedua menjawab”orang tua yang paling dekat pada kita saat ini”

Murid ketiga menjawab”tetangga yang paling dekat pada kita saat ini”

Guru pun berkata semuanya benar tetapi Imam Ghozali berkata yang paling dekat sama kita adalah

KEMATIAN.dalam hadist dikatakan “kullu nafsin dza ikatulmaut”

2.Apa yang paling jauh dengan kita saat ini?

Murid pertama menjawab “matahari yang paling jauh dengan kita saat ini”

Murid kedua menjawab”bulanlah yang paling jauh pada kita saat ini”

Murid ketiga menjawab “bintanglah yang paling jauh pada kita saat ini”

Guru pun berkata semuanya benar tetapi Imam Ghozali berkata yang paling jauh dengan kita saat ini adalah MASA LALU.dalam mahfudzot dikatakan “lan tarjial ayyamul ladzi madhot”

3.Apa yang paling besar didunia ini?

Murid pertama menjawab”gununglah yang paling besar didunia ini”

Murid kedua menjawab “langitlah yang paling besar didunia ini”

Murid ketiga menjawab “bumi yang paling besar didunia ini”

Guru pun berkata semuanya benar tetapi Imam Ghozali berkata yang paling besar didunia ini adalah HAWA NAFSU.dalam ayat al-Qur’an dikatakan “laqod dzaro’na  lijahannam kasirum minal jinni wal insi,lahum kulubun la yafkohuna biha,wa lahum a’yunun la yubsiruna biha,wa lahum a dzanu la  yasmauna biha,uulaaika kal an’am bal hum adzol,uulaaika humul ghofilun”

4.Apa yang paling berat didunia ini?

Murid pertama menjawab “batulah yang paling berat didunia ini”

Murid kedua menjawab “gajahlah yang paling berat didunia ini”

Murid ketiga menjawab”kayu yang berdiameter besar yang paling berat didunia ini”

Guru pun berkata semuanya benar tetapi Imam Ghozali berkata yang paling berat didunia ini adalah AMANAT.dalam ayat Al-Qur’an dikatakan”inna ALLAH ha ya’murukum an tuadduu ul amaanaata ilaa ahlihaa wa idza hakamtum baynan naasi an tahkumuu bil adli inna ALLAH ha ni’imma yaidhukum bihi inna ALLAH ha kaana samiam basyiro. AN-NISA :58” . atau dalam mahfudzot dikatakan “kullukum ro’in wakullukum mas ulun an roiyyatihi”

5.Apa yang paling ringan didunia ini?

Murid pertama menjawab “kapas lah yang paling ringan didunia ini”

Murid kedua menjawab “debu lah yang paling ringan didunia ini”

Murid ketiga menjawab”angin lah yang paling ringan didunia ini”

Guru pun berkata semuanya benar tetapi Imam Ghozali berkata yang paling ringan adalah orang yang meninggalkan SHOLATNYA bagi orang yang fasik.dalam hadist dikatakan “Awwalu ma yuhasabul yaumal qiyamah assolatu”atau”wailul lilmusholin alladina fi sholatihim sahun”

6.Apa yang paling tajam didunia ini?

Murid pertama menjawab “pisau yang paling tajam didunia ini”

Murid kedua menjawab”jarum yang paling tajam didunia ini”

Murid ketiga menjawab”pedang yang paling tajam didunia ini”

Guru pun berkata semuanya benar tetapi Imam Ghozali berkata yang paling tajam didunia ini adalah LIDAH.dalam hadist dikatakan “asrotul kodami khoirun min asrotil lisani”atau”salamatul insan fi hifdzil lisani”

UNDZUR MA QOLA WA LA TANDZHUR MAN QOLA

Lihatlah apa yang dia katakan jangan melihat siapa yang mengatakan .sebab sikap&prilakuQ tidak mencerminkan dari apa yang aku tulis diatas,aku sadar bahwasanya aku penuh salah,khilaf,dan dosa yang aku perbuat………

Wahai!Teman2Q GRADUATE 2009 (TO BE NEXT LEADER) gontor putra maupun putri khususnya.JANGAN SAMPAI KITA SEPERTI KACANG LUPA PADA KULITNYA meskipun kita telah melanjutkan STUDYnya diluar saat ini.jagalah sikap,prilaku&pergaulan kalian bagaimanapun caranya…………..ok!^_^  I Like It………………..

by:PERSADA ANDIKA PUTRA _______________CHILOBEST(children of besuki consulate)

 

ARTI PENTINGNYA PERSAHABATAN

Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri. Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan,
tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya…

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur – disakiti, diperhatikan – dikecewakan, didengar – diabaikan, dibantu – ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya, ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil
mendapatkannya.

Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping anda ??
Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai ??
Siapa yang ingin bersama anda saat anda tak bisa memberikan apa-apa ??

MEREKALAH SAHABAT ANDA
Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka.

 

CINTA

 

Tuhan…..

Saat aku menyukai seorang teman

Ingatkanlah aku bahwa akan ada sebuah akhir

Sehingga aku tetap bersama Yang Tak Pernah Berakhir

 

Tuhan…..

Ketika aku merindukan seorang kekasih

Rindukanlah aku kepada yang rindu Cinta Sejati-Mu

Agar kerinduanku terhadap-Mu semakin menjadi

 

Tuhan…..

Jika aku hendak mencintai seseorang

Temukanlah aku dengan orang yang mencintai-Mu

Agar bertambah kuat cintaku pada-Mu

 

Tuhan…..

Ketika aku sedang jatuh cinta

Jagalah cinta itu

Agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

 

Tuhan…..

Ketika aku berucap aku cinta padamu

Biarlah kukatakan kepada yang hatinya tertaut pada-Mu

Agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena-Mu

 

Sebagaimana orang bijak berucap

Mencintai seseorang bukanlah apa-apa

Dicintai seseorang adalah sesuatu

Dicintai oleh orang yang kau cintai sangatlah berarti

Tapi dicintai oleh Sang Pencinta adalah segalanya

LAKI-LAKI SEJATI

Aku bertanya pada Bunda, bagaimana seseorang dikatakan laki-laki sejati??????????????

Bunda menjawab, Nak……….

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar,Tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya.

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, Tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, Tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa .

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati ditempat bekerja, Tetapi dari bagaimana dia dihormati di dalam rumah.

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, Tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, Tetapi dari hati yang ada dibalik itu.

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yg memuja, Tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya.

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari barbel yang dibebankan, Tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan.

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci, Tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca

– So Jangan Sampai Salah Memilih Yach!!! – ^_~

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Sejarah Muhammadiyah

Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi sejak paruh
kedua abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk mendapatkan tenaga
kerja, misalnya, sampai akhir abad XIX pada satu sisi mampu menimbulkan
restratifikasi masyarakat melalui mobilitas sosial kelompok intelektual,
priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini menimbulkan sikap antipati
terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai produk
kolonial sekaligus produk orang kafir.

Sememara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan kristenisasi
yang terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial ke dalam
masyarakat pribumi yang telah terlebih dahulu terpengaruh oleh agama Islam,
mengaburkan identitas politik yang melekat pada penguasa kolonial dan
identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di mata masyarakat umum.

Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan politis, ekonomis, sosial,
maupun kultural yang dialami oleh masyarakat secara umum sebagai sesuatu
yang identik dengan kemunculan orang Islam dan kekuasaan kolonial yang
menjadi penyebab kondisi tersebut tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen
itu sendiri. Hal ini semakin diperburuk oleh struktur yuridis formal
masyarakat kolonial, yang secara tegas membedakan kelompok masyarakat
berdasarkan suku bangsa. Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk
pribumi menempati posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki
orang Eropa, kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab,
dan India.

Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap dianggap
sebagai upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi sosial yang paling
rendah walaupun dalam lapisan sosial yang lebih tinggi terdapat juga orang
Arab yang beragama Islam. Di samping itu, akhir abad XIX juga ditandai oleh
terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai akibat dari perkemhangan
ekonomi, politik, dan sosial.

Kota-kota baru yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor
pendukungnya muncul di banyak wilayah. Perluasan komunikasi dan transportasi
mempermudah mobilitas penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah
sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, industri, dan perdagangan telah
menarik banyak orang untuk datang ke tempat tersebut. Sementara itu pula,
tekanan ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan
telah mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut.

Memasuki awal abad XX sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang
abad XIX terus berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas
ekonomi sebagai dampak perluasan penanaman modal swasta asing maupun
perluasan pertanian rakyat belum mampu menimbulkan perubahan ekonomi secara
struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar penduduk masih tetap
rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi memang berhasil mengembangkan
pertanian tanaman ekspor dlan mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi
ekonomi mereka masih sangat labil terhadap perubahan pasar.

Sementara itu perluasan aktivitas ekonomi menimbulkan persaingan yang
semakin besar sehingga para pengusaha industri pribumi harus bersaing dengan
produk impor yang lebih berkualitas dan lebih murah di pasar lokal,
sedangkan para peclagang pribumi juga harus bersaing ketat dengan pedagang
asing yang terus mendominasi perdagangan lokal, regional, maupun
internasional. Dalam perkembangan selanjutnya persaingan ini di beberapa
tempat tidak lagi hanya terbatas pada masalah ekonomi, melainkan juga telah
berkembang menjadi persoalan sosial, kultural, ataupun politik. Walaupun
dalam bidang politik terjadi pergeseran dari kekuasan administratif yang
tersentralisasi ke arah desentralisasi pada tingkat lokal, kontrol yang
ketat pejabat Belanda terhadap pejabat pribumi masih tetap berlangsung.

Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis yang
difokuskan pada bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang dilaksanakan
sejak dekade pertama abad XX, telah memberikan kesempatan yang lebih luas
kepada penduduk pribumi mengikuti pendidikan Barat dibandingkan dengan masa
sebelumnya melalui pembentukan beberapa lembaga pendidikan khusus bagi
penduduk pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi, kesempatan ini tetap saja
masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pribumi
secara keseluruhan.

Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit penduduk
pribumi, atau kesempatan yang ada hanya terbuka untuk pendidikan rendah,
sedangkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan menengah dan tinggi masih
sangat terbatas. Seperti pada masa sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk
selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial, juga dilatarbelakangi
sikap antipati dari kelompok Islam, yang menjadi pendukung utama masyarakat
pribumi terhadap pendidikan Barat itu sendiri.

Secara umum mereka lebih suka mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren,
atau hanya sekedar ke lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan
pengetahuan dasar agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara
memandang pendidikan Barat ini. Di samping dianggap sebagai perwujudan dari
pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan sosial dan budaya lokal
maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai faktor
penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas beragama
Islam.

Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada penduduk pribumi secara
terbatas ini ternyata telah menciptakan kelompok intelektual dan profesional
yang mampu melakukan perubahan-perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di
dalam masyarakat maupun sikap terhadap kekuasaan kolonial. Perubahan dan
pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal hanya terbatas pada bidang
sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian mencakup juga
permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap maupun struktur yang
lebih makro di dalam masyarakat, khususnya di Jawa masih tetap berlangsung,
pembentukan "organisasi modern" merupakan salah satu realisasi yang penting
dari upaya perubahan dengan ide-ide baru tersebut.

Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa sekolah
kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar, tujuan, dan aktivitas Budi Utomo
sebagai suatu organisasi masih terikat pada unsur-unsur primordial dan
terbatas, keberadaan Budi Utomo secara langsung maupun tidak berpengaruh
terhadap bentuk baru dari perjuangan kebangsaan melawan kondisi yang
diciptakan oleh kolonialisme Belanda. Berbagai organisasi baru kemudian
didirikan, dan perjuangan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang dulu
terkosentrasi di kawasan pedesaan mulai beralih terpusat di daerah
perkotaan.

Dunia Islam dan Masyarakat Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia
Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan
dominasi Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam
secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan
dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan imprialisme Barat sejak
beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat Muslim sendiri muncul usaha untuk
mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran Islam, akidah,
maupun pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh
dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang
ada dalam masyarakat Muslim itu sendiri.

Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul Ishmi, jika dilihat
dari ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan Sunnah Rasulullah.
Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan bid'ah, khurafat, dan syi'ah. Di
samping itu, pemikiran umat Islam juga terbelenggu oleh otoritas mazhab dan
taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan lagi. Dalam
pengajaran agama Islam, secara umum Qur'an yang menjadi sumber ajaran hanya
diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh
dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang
bersumber pada masalah khilafiyah dan firu'iyah sering muncul dalam
masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang
bersifat laten.

Di tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul ide-ide
pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat Islam melalui
pemikiran dan aktivitas tokoh-tokoh seperti: Jamaludin Al-Afgani, Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, dan para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. Jamaludin
Al-Afgani banyak bergerak dalam bidang politik, yang diarahkan pada ide
persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan perjuangan pembebasan tanah air
umat Islam dari kolonialisme Barat.

Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi
kestatisan, syirik, bid'ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di
kalangan umat Islam. Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan
ide-ide ke dalam berbagai penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan
pembaharuan yang dilakukan oleh dua orang ulama dari Mesir ini. Rasyid
Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir, yang kemudian
disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu,
ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdlul
Wahab dalam gerakan Al Muwahhidin telah mendapat dukungan politis dari
penguasa Arab Saudi sehingga gerakan yang dikenal oleh para orientalis
sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar dan kuat.

Seperti yang terjadi di dalam dunia Islam secara umum, Islam di Indonesia
pada abad XIX juga mengalami krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran
maupun aktivitas, dan pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran
agama Islam di Indonesia sejak masa awal melalui proses akulturasi dan
sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan kuantitas umat
Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang
menyimpang dari ajaran Islam yang murni.

Di Pulau Jawa, misalnya, persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa
karena unsur-unsur lokal sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran
di dalam masyarakat seperti yang terlihat pada: sekaten, kenduri, tahlilan,
dan wayang. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada laporan T.S. Raffles
tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX, yang menyatakan bahwa orang Jawa
yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan berprilaku sesuai dengan ajaran
Islam hanya beberapa orang saja.

Selain itu, K.H. Ahmad Rifa'i, salah seorang ulama di Jawa yang sangat
disegani oleh pemerintah kolonial, pada pertengahan abad XIX menyatakan
bahwa pengamalan agama Islam orang Jawa banyak menyimpang dari aqidah
Islalamiyah dan harus diluruskan. Interaksi reguler antara sekelompok
masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam memberi kesempatan kepada
mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran Islam sehingga
tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam kehidupan
beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan
kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebab itu,
di samping unsur-unsur lama yang terus bertahan seperti pemahaman dan
pengamalan ajar-an Islam yang sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di
dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir abad XIX dan awal abad XX juga
berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan pembaharuan dalam
banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah berkembang di
tengah-tengah masyarakat.

Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antarkelompok, yang terpolarisasi
dalam bentuk gerakan yang dikenal sebagai "kaum tua" berhadapan dengan "kaum
muda" atau antara kelompok "pembaharuan" berhadapan dengan "antipembaharuan"
. Sementara itu, krisis yang terjadi di dalam Islam di Indonesia, selain
disebabkan oleh dinamika internal juga tidak dapat dipisahkan dengan
perluasan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Islam sejak awal muncul
sebagai kekuatan di balik perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam
pengertian idiologis maupun peran langsung para ulama dan umat Islam secara
keseluruhan. Hal ini dapat dilihat berbagai perlawanan yang terjadi
sepanjang abad XIX dan awal abad XX, seperti: Perang Diponegoro, Perang
Bonjol, Perang Aceh, dan protes-protes petani, yang semuanya diwarnai oleh
unsur Islam yang sangat kental.

Akibatnya, pemerintah kolonial cenderung melihat Islam sebagai ancaman
langsung dari eksistensi kekuasaan kolonial ini. Setiap aktivitas yang
berhubungan dengan Islam selalu dicurigai dan dianggap sebagai langkah untuk
melawan penguasa. Oleh sebab itu, berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh
C. Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX pemerintah kolonial secara tegas
memisahkan Islam dari politik, akan tetapi Islam sebagai ajaran agama dan
kegiatan sosial dibiarkan berkembang walaupun tetap berada dalam pengawasan
yang ketat. Kecurigaan pemerintah kolonial yang berlebihan terhadap Islam
ini membatasi kreativitas umat, baik dalam pengertian ajaran, pemikiran,
maupun penyesuaian diri dengan dinamika dan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat secara umum.

Hal ini semakin diperburuk oleh munculnya sikap taqlid kepada para ulama
tertentu pada sebagian besar umat Islam di Indonesia pada waktu itu.
Pemerintah kolonial juga berusaha mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam
masyarakat yang berhubungan dengan Islam, seperti perbedaan
sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi konflik
sosial berkepanjangan. Selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan
oleh missi Katholik maupun zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang
telah beragama Islam terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa
kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah, panti
asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh missi dan zending sebagai
pendukung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan
dana yang besar dari pemerintah.

Ahmad Dahlan dan Pembentukan Muhammmadiyah di tengah-tengah kondisi tidak
menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai salah
seorang yang perduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat
pribumi secara umum maupun masyarakat Muslim secara khusus. Ahmad Dahlan
lahir di Kampung Kauman Yogyakarta pacla tahun 1868 dengan nama Muhammad
Darwis. Ayahnya K.H. Abu Bakar adalah imam dan khatib Masjid Besar Kauman
Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu
besar di Yogyakarta. Menurut salah satu silsilah, keluarga Muhammad Darwis
dapat dihubungkan dengan Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali penyebar
agama Islam yang dikenal di Pulau Jawa.

Sebagai anak keempat dari keluarga K.H. Abubakar, Muhammad Darwis mempunyai
5 orang saudara perempuan dan I orang saudara laki-laki. Seperti layaknya
anak-anak di Kampung Kauman pada waktu itu yang diarahkan pada pendidikan
informal agama Islam, sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca
Quran di kampung sendiri atau di tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan
pengetahuan agama Islam pertama kali dari ayahnya sendiri dan pada usia
delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran. Menurut cerita, sejak
kecil Muhammad Darwis sudah menunjukkan beberapa kelebihan dalam penguasaan
ilmu, sikap, dan pergaulan sehari-hari dibandingkan teman-temannya yang
sebaya.

Ia juga mempunyai keahlian membuat barang-barang kerajinan dan mainan.
Seperti anak laki-laki yang lain, Muhammad Darwis juga sangat senang bermain
layang-layang dan gasing. Seiring dengan perkembangan usia yang semakin
bertambah, Muhammad Dalwis yang sudah tumbuh remaja mulai belajar ilmu agama
Islam tingkat lanjut, tidak hanya sekedar membaca Quran. Ia belajar fiqh
dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin. Selain belajar
dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad Darwis
belajar ilmu agama lslam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan
dan KH. Muhammad Nur.

Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu
yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika
ia sedang menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai
Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan
Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia
juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang.
Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis ini semakin
berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890,
beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889.

Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia
seperti: Kyai Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil
Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari
Banten, maupun para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari
selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan, telah membuka cakrawala
baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya
jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad
Dahlan lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah
dalam ilmu aqaid, dari madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan
ilmu tasawuf.

Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan mulai membaca
kitah-kitab lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Semangat membaca
Ahmad Dahlan yang besar ini dapat dilihat pada kejadian ketika ia membeli
buku menggunakan sebagian dari modal sebesar 1500 setelah ia pulang dari
menunaikan ibadah haji yang pertama, yang sebenarnya diberikan oleh
keluarganya untuk berdagang. Sementara itu, keinginan untuk memperdalam ilmu
agama Islam terus muncul pada diri Ahmad Dahlan. Dalam upaya untuk
mewujudkan cita-citanya itu, ia menunaikan ibadah haji kedua pada tahun
1903, dan bermukim di Mekah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini
digunakan Ahmad Dahlan untuk belajar ilmu agama Islam baik dari para guru
ketika ia menunaikan ibadah haji pertama maupun dari guru-guru yang lain.

Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa'id Yamani, dan Syekh Sa'
id Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi'i, sementara
itu ilmu falaq dipelajari pada Kyai Asy'ari Bawean. Dalam bidang ilmu
qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama
bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga secara reguler mengadakan hubungan
dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang
terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama bermukim di
Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari
Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.

Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian
besar adalah buku yang dipengaruhi ide-ide pembaharuan. Di antara buku-buku
yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain: Kosalatul Tauhid karangan
Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma karangan Muhammad Abduh, Kanz AL-Ulum,
Dairah Al Ma'arif karangan Farid Wajdi, Fi Al -Bid'ah karangan Ibn Taimiyah,
Al Tawassul wa-al-Wasilah karangan Ibn Taimiyah, Al-Islam wa-l-Nashraniyah
karangan Muhammad Abduh, Izhar al-Haq karangan Rahmah al Hindi, Tafsshil
al-Nasyatain Tashil al Sa'adatain, Matan al-Hikmah karangan Atha Allah, dan
Al-Qashaid al-Aththasiyvah karangan Abd al Aththas.

Pengalaman Ahmad Dahlan mengajar agama Islam di dalam masyarakat dimulai
setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji pertama. Ahmad Dahlan mulai
dengan membantu ayahnya mengajar para murid yang masih kanak-kanak dan
remaja. Dia mengajar pada siang hari sesudah dzuhur, dan malam hari, antara
maghrib sampai isya. Sementara itu, sesudah ashar Ahmad Dahlan mengikuti
ayahnya yang mengajar agama Islam kepada orang-orang tua. Apabila ayahnya
berhalangan, Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya memberikan pelajaran sehingga
akhirnya ia mendapat sebutan kyai, sebagai pengakuan terhadap kemampuan dan
pengalamannya yang luas dalam memberikan pelajaran agama Islam.

Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan agama
Islam yang dimiliki, pengalaman berinteraksi dengan berbagai kelompok dalam

dunia Islam, serta pengalamannya memberi pelajaran agama Islam selama ini
sehingga sering muncul ide dan aktivitas baru. Berbeda dengan para khatib
lain yang cenderung menghabiskan waktu begitu saja ketika sedang bertugas
piket di serambi masjid besar Kauman, Ahmad Dahlan secara rutin memberikan
pelajaran agama Islam kepada orang-orang yang datang ke masjid besar ketika
ia sedang melakukan piket.

Ahmad Dahlan juga mulai menyampaikan ide-ide baru yang lebih mendasar,
seperti persoalan arah kiblat salat yang sebenarnya. Akan tetapi, ide baru
ini tidak begitu saja bisa dilaksanakan seperti yang diajarkan di serambi
masjid besar karena mempersoalkan arah kiblat salat merupakan suatu hal yang
sangat peka pada waktu itu. Ahmad Dahlan memerlukan waktu hampir satu tahun
untuk menyampaikan masalah ini. Itu pun hanya terbatas pada para ulama yang
sudah dikenal dan dianggap sepaham di sekitar Kampung Kauman. Pada satu
malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama yang ada di
sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di
surau milik keluarganya di Kauman.

Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai
kitab acuan ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan
kesepakatan. Akan tetapi, dua orang yang secara diam-diam mendengar
pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm
di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga
mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu. Akibatnya, Kanjeng Kyai
Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda
tersebut dan mencari orang yang melakukan itu.

Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan
yang merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau
tersebut ke arah kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural
berbeda dengan arah masjid besar Kauman. Setelah dipergunakan beberapa hari
untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Kanjeng
Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja ditolak. Akhirnya,
surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun
diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut
sesuai dengan arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh
saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya ditandai dengan membuat
garis petunjuk di bagian dalam masjid.

Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosial-keagamaan
Ahmad Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin
berkembang. Ia membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin
belajar ilmu agama Islam secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq,
tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak hanya berasal dari wilayah
Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa Tengah.
Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi
anak- anak, remaja, dan orang tua yang telah lama berlangsung masih terus
dilaksanakan. Di samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian
rutin satu minggu atau satu bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu,
seperti pengajian untuk para guru dan pamong praja yang berlangsung setiap
malam Jum`at.

Pembentukan ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak dapat
dipisahkan dari proses sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama serta
dengan alur pergerakan sosial- keagamaan, kultural, dan kebangsaan yang
sedang berlangsung di Indonesia pada awal abad XX. Sebagai seorang pedagang
sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat
di Residensi Yogyakarta maupun daerah lain seperti: Periangan, Jakarta,
Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Kudus,
Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat itu ia bertemu
dengan para ulama, pemimpin lokal, maupun kaum cerdik cendekia lain, yang
sama-sama menjadi pedagang atau bukan.

Dalam pertemuan-pertemuan itu mereka berbicara tentang masalah agama Islam
maupun masalah umum yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang secara
langsung berhubungan dengan kemunculan, kestatisan, atau keterbelakangan
penduduk Muslim pribumi di tengah- tengah masyarakat kolonial. Dalam konteks
pergerakan sosial keagamaan, budaya, dan kebangsaan, hal ini dapat
diungkapkan dengan adanya interaksi personal maupun formal antara Ahmad
Dahlan dengan organisasi seperti : Budi Utomo, Sarikat Islam, dan Jamiat
Khair, maupun hubungan formal antara organisasi yang ia cirikan kemudian,
terutama dengan Budi Utomo.

Secara personal Ahmad Dahlan mengenal organisasi Budi Utomo melalui
pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi Utomo di
Yogyakarta yang mempunyai hubungan dekat dengan dr. Wahidin Sudirohusodo,
salah seorang pimpinan Budi Utomo yang tinggal di Ketandan Yogyakarta.
Melalui Joyosumarto ini kemudian Ahmad Dahlan berkenalan dengan dr. Wahidin
Sudirohusodo secara pribadi dan sering menghadiri rapat anggota maupun
pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo di Yogyakarta walaupun secara
resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini. Setelah banyak mendengar
tentang aktivitas dan tujuan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan
pribadi dan kehadirannya dalam pertemuan -pertemuan resmi, Ahmad Dahlan
kemudian secara resmi menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909.

Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota
biasa, melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang
komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu,
pada sekitar tahun 1910 Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair,
organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas
anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan secara langsung di dalam
Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan tentang cara
berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern.

Sementara itu, walaupun Ahmad Dahlan tidak terlibat secara aktif di dalam
Jamiat Khair, selain belajar berorganisasi secara modern di kalangan orang
Islam, ia juga mendapat pengetahuan tentang kegiatan sosial, terutama yang
berhubungan dengan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan model
sekolah. Semua ini tentu saja merupakan suatu hal yang baru dan sangat
berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada masa
selanjutnya, seperti pendirian sekolah model Barat maupun pembentukan satu
organisasi.

Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas
pada hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Ia sering
memanfaatkan forum pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai
tempat untuk menyampaikan informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat
ia kuasai. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah acara resmi selesai.
Kepiawaian Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi tentang agama Islam
dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para pengurus
maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai
pemerintah dan guru sehingga sering terjadi diskusi yang menarik di antara
mereka tentang agama Islam.

Di antara pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama
Islam adalah R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang pada saat itu menjabat
sebagai guru di Kweekschool Jetis. Melalui jalur dua orang guru ini Ahmad
Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa
Kweekschool Jetis, setelah kepala sekolah setuju dan memberikan izin.
Pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu diberikan di luar
jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada setiap hari Sabtu sore.

Dalarn mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca Quran,
Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan
siswa sehingga mampu menarik perhatian para siswa untuk menekuninya. Tentu
saja sebagian siswa merasa bahwa waktu pelajaran agama Is1am pada hari Sabtu
sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka
yang belum beragama Islam sering datang ke rumah Ahmad Dahlan di Kauman pada
hari Ahad untuk bertanya maupun melakukan diskusi lebih lanjut tentang
berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya, pengalaman berorganisasi di Budi Utomo dan
Jamiat Khair memberikan pelajaran kepada siswa Kweekschool dan didukung oleh
perkembangan pendapat masyarakat umum pada waktu itu yang mulai menyadari
bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana yang penting bagi kemajuan
penduduk pribumi. Oleh karena itu, Ahmad Dahlan secara pribadi mulai
merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama
Islam dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan Ahmad Dahlan menyampaikan ide
pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku
pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada para
santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum. Sebagian
besar dari mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas
menolak ide pendidikan sistem sekolah tersebut karena dianggap bertentangan
dengan tradisi dalam agama Islam.

Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada Ahmad Dahlan satu per
satu berhenti. Walaupun belum mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya,
Ahmad Dahlan tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang
menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu
pengetahuan umum. Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang
belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m dan ia
bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan sendiri oleh
Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri. Sementara
itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad
Dahlan dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis dibuat dari kayu
suren.

Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta
anak-anak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan.
Pendirian sekolah tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari
masyarakat sekitarnya kecuali beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses
belajar mengajar belum berjalan dengan lancar. Selain ada penolakan dan
pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya berjumlah 8 orang
itu juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad
Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka
masuk sekolah kembali, di samping ia terus mencari siswa baru. Seiring
dengan pertambahan jumlah siswa, Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku
satu per satu sehingga setelah berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi
20 orang.

Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus
Budi Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan
mendapat dukungan yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji
yang menjadi siswa, R. Sosro Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di
Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad Dahlan mengembangkan sekolah
tersebut sejak awal.

R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo
Yogyakarta banyak memberikan Saran tentang penyelenggaraan sebuah sekolah
sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia
juga menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah
jika sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi
Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari
kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa
Kweekschool Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad.

Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan
Kholil, seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada
sore hari di sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa
masuk dua kali dalam satu hari karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan
agama Islam pada pagi hari. Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa
pihak, jumlah siswa terus bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan
ruang belajar ke tempat yang lebih luas di serambi rumahnya.

Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang
didirikan oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan
diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan,
sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan
bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga
pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad
Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan.
Dalam kondisi seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam Budi
Utomo dan Jamiat Khair menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnya
ide dan pembentukan satu organisasi untuk mengelola sekolah tersebut, di
samping kondisi makro pada saat itu yang telah menimbulkan kesadaran akan
arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang didapat dari para
pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis.

Salah seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada
hari Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus
oleh Ahmad Dahlan sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya
sekolah itu dapat terus berlangsung walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi
terlibat di dalamnya atau setelah ia meninggal. Ide pembentukan organisasi
itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang selama ini
telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para
anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis.

Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi
ide pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan
Budiharjo yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R.
Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi utomo yang sangat berpengaruh pada masa
itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas pada upaya mencari dukungan,
melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama, tujuan, tempat
kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Berdasarkan
pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan didapatkan beberapa ha1 yang
berhubungan secara langsung dengan rencana pembentukan sebuah organisasi.

Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para
siswa Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka
tidak akan menjadi pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya
larangan dari inspektur kepala dan anjuran agar pengurus supaya diambil dari
orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian
perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan
pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif,
melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan
masalah seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam
proses formalitas yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda.

Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk
mengelola sekolah yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam
pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan
organisasi itu berkembang lebih luas, mencakup penyebaran dan pengajaran
agama Islam secara umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran dasar
organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam
penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di
Kweekscbool Jetis.

Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang
berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."' Berdasarkan nama itu
diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan
Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan
berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi,
Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi
anggota Budi Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam
proses permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap
pembentukan Muhammadiyah.

Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan
setelah melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M
atau 8 Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam
kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan
membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar
pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum.
Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah
diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri
oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, maupun para pejabat dan
kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.

Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui
Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan
kepada pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi
yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk bumiputra di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para
anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad
Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, Abdul
Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai
anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan
Madura yang beragama Islam.

sumber: PP. Muhammadiyah

KEAJAIBAN KA’BAH

Neil Amstrong telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah. Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, di berkata : “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya ?.” Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada asalan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat. Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub. Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah. Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877)

Asal dan Sejarah Hajar Aswad

Hajar Aswad

Sebuah batu bundar yang berwarna hitam dan berlubang, terletak di sudut timur Kaabah atau sebelah kiri Multazam (antara Hajar Aswad dan pintu Kaabah), tingginya sekitar 150 sentimeter, di atas tanah. Batu ini mempunyai lingkaran sekitar 30 sentimeter dan garis tengah 10 sentimeter, lebih besar daripada lingkaran muka seseorang. Kerana itu, seseorang yang ingin mencium batu ini harus memasukkan mukanya ke dalam lubang itu. Kepala yang besar pun dapat dimasukkan ke dalam lubang batu hitam ini. Bahagian luar batu hitam ini diikat dengan pita perak yang berkilat. Menurut banyak riwayat, antara lain daripada Abdullah bin Umar bin Khattab, Hajar Aswad berasal dari syurga. Riwayat oleh Sa’id bin Jubair r.a daripada Ibnu Abbas daripada Ubay bin Ka’b r.a, menerangkan bahawa Hajar Aswad dibawa turun oleh malaikat dari langit ke dunia. Abdullah bin Abbas juga meriwayatkan bahawa Hajar Aswad ialah batu yang berasal dari syurga, tidak ada sesuatu selain batu itu yang diturunkan dari syurga ke dunia ini. Riwayat-riwayat di atas disebutkan oleh Abu al-Walid Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Azraki (M.224 H/837 M), seorang ahli sejarah dan penulis pertama sejarah Mekah.Tidak ditemukan informasi yang jelas tentang siapa yang meletakkan Hajar Aswad itu pertama kali di tempatnya di Kaabah; apakah malaikat ataukah Nabi Adam a.s.

 

Pada mulanya Hajar Aswad tidak berwarna hitam, melainkan berwarna putih bagaikan susu dan berkilat memancarkan sinar yang cemerlang.Abdullah bin Amr bin As r.a (7 SH-65 H) menerangkan bahawa perubahan warna Hajar Aswad daripada putih menjadi hitam disebabkan sentuhan orang-orang musyrik. Hal yang sama diungkapkan pula oleh Zubair bin Qais (M. 76 H/65 M). Dikatakannya bahawa sesungguhnya Hajar Aswad adalah salah satu batu dunia yang berasal dari syurga yang dahulunya berwarna putih berkilauan, lalu berubah menjadi hitam kerana perbuatan keji dan kotor yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Namun, kelak batu ini akan berwarna putih kembali seperti sedia kala. Menurut riwayat Ibnu Abbas dan Abdullah bin Amr bin As, dahulu Hajar Aswad tidak hanya berwarna putih tetapi juga memancarkan sinar yang berkilauan. Sekiranya Allah s.w.t tidak memadamkan kilauannya, tidak seorang manusia pun yang sanggup mamandangnya. Pada tahun 606 M, ketika Nabi Muhammad s.a.w berusia 35 tahun, Kaabah mengalami kebakaran besar sehingga perlu dibina kembali oleh Nabi Muhammad s.a.w dan kabilah-kabilah terdapat di Mekah ketika itu. Ketika pembangunan semula itu selesai, dan Hajar Aswad hendak diletakkan kembali ke tempatnya, terjadilah perselisihan di antara kabilah-kabilah itu tentang siapa yang paling berhak untuk meletakkan batu itu di tempatnya. Melihat keadaan ini, Abu Umayyah bin Mugirah dari suku Makzum, sebagai orang yang tertua, mengajukan usul bahawa yang berhak untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya adalah orang yang pertama sekali memasuki pintu Safa keesokan harinya.

 

Ternyata orang itu adalah Muhammad yang ketika itu belum menjadi rasul. Dengan demikian, dialah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad itu di tempatnya. Akan tetapi dengan keadilan dan kebijaksanaannya, Muhammad tidak langsung mengangkat Hajar Aswad itu. Baginda melepaskan serbannya dan menghamparkannya di tengah-tengah anggota kabilah yang ada. Hajar Aswad lalu diletakkannya di tengah-tengah serban itu. Baginda kemudian meminta para ketua kabilah untuk memegang seluruh tepi serban dan secara bersama-sama mengangkat serban sampai ke tempat yang dekat dengan tempat diletakkannya Hajar Aswad. Muhammad sendiri memegang batu itu lalu meletakkannya di tempatnya. Tindakan Muhammad ini mendapat penilaian dan penghormatan yang besar dari kalangan ketua kabilah yang berselisih faham ketika itu. Awalnya, Hajar Aswad tidak dihiasi dengan lingkaran pita perak di sekelilingnya. Lingkaran itu dibuat pada masa-masa berikutnya. Menurut Abu al-Walid Ahmad bin Muhammad al-Azraki (M. 203 H), seorang ahli sejarah kelahiran Mekah, Abdullah bin Zubair adalah orang pertama yang memasang lingkaran pita perak di sekeliling Hajar Aswad, setelah terjadi kebakaran pada Kaabah.

Pemasangan pita perak itu dilakukan agar Hajar Aswad tetap utuh dan tidak mudah pecah. Pemasangan pita perak berikutnya dilakukan pada 189 H, ketika Sultan Harun ar-Rasyid, Khalifah Uthmaniah (memerintah tahun 786-809 M), melakukan umrah di Masjidil Haram. Ia memerintahkan Ibnu at-Tahnan, seorang pengukir perak terkenal ketika itu, untuk menyempurnakan lingkaran pita perak di sekeliling Hajar Aswad dan membuatnya lebih berkilat dan berkilau. Usaha berikutnya dilakukan oleh Sultan Abdul Majid, Khalifah Uthmaniah (1225-1277 H/1839-1861 M). Pada tahun 1268 H, baginda menghadiahkan sebuah lingkaran emas untuk dililitkan pada Hajar Aswad, sebagai pengganti lingkaran pita perak yang telah hilang. Lingkaran emas itu kemudian diganti semula dengan lingkaran perak oleh Sultan Abdul Aziz, Khalifah Uthmaniah (1861-1876 M). Pada 1331 H, atas perintah Sultan Muhammad Rasyad (Muhammad V, memerintah pada tahun 1909-1918), lingkaran pita perak itu diganti dengan lingkaran pita perak yang baru. Untuk menjaga dan mengekalkan keutuhannya, Hajar Aswad sering dililit dan dilingkari dengan lingkaran pita perak.

Sumber : http://ma2nkscientist.blogspot.com/2009/02/misteri-hajar-aswad.html
http://islamhadhari.net/?p=846

 

Foto : http://blog.agul.net/wp-content/uploads/2008/04/kaaba1.jpg

Selama ini kita mengenal sumur Zamzam dari buku-buku agama. Namun sebenarnya ada sisi ilmiah saintifiknya juga looh. Cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang air adalah hydrogeologi.

Sumur Zamzam

Khasiat air Zam-zam tentunya bukan disini yang mesti menjelaskan, tapi kalau dongengan geologi sumur Zam-zam mungkin bisa dijelaskan disini. Sedikit cerita Pra-Islam, atau sebelum kelahiran Nabi Muhammad, diawali dengan kisah Isteri dari Nabi Ibrahim, Siti Hajar, yang mencari air untuk anaknya yang cerita. Sumur ini kemudian tidak banyak atau bahkan tidak ada ceritanya, sehingga sumur ini dikabarkan hilang. Sumur Zam-zam yang sekarang ini kita lihat adalah sumur yang digali oleh Abdul Muthalib kakeknya Nabi Muhammad. Sehingga saat ini, dari “ilmu persumuran” maka sumur Zam-zam termasuk kategori sumur gali (Dug Water Well).

Dimensi dan Profil Sumur Zam-zam

Bentuk sumur Zam-zam dapat dilihat dibawah ini.

Bentuk sumur Zam-zam

Sumur ini memiliki kedalaman sekitar 30.5 meter. Hingga kedalaman 13.5 meter teratas menembus lapisan alluvium Wadi Ibrahim. Lapisan ini merupakan lapisan pasir yang sangat berpori. Lapisan ini berisi batupasir hasil transportasi dari lain tempat. Mungkin saja dahulu ada lembah yang dialiri sungai yang saat ini sudah kering. Atau dapat pula merupakan dataran rendah hasil runtuhan atau penumpukan hasil pelapukan batuan yang lebih tinggi topografinya.

Mata air zamzam

Dibawah lapisan alluvial Wadi Ibrahim ini terdapat setengah meter (0.5 m) lapisan yang sangat lulus air (permeable). Lapisan yang sangat lulus air inilah yang merupakan tempat utama keluarnya air-air di sumur Zam-zam.

Mata air zamzam

Kedalaman 17 meter kebawah selanjutnya, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit. Batuan beku jenis ini (Diorit) memang agak jarang dijumpai di Indonesia atau di Jawa, tetapi sangat banyak dijumpai di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. Dulu ada yang menduga retakan ini menuju laut Merah. Tetapi tidak ada (barangkali saja saya belum menemukan) laporan geologi yang menunjukkan hal itu. Dari uji pemompaan sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 – 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Celah-celah atau rekahan ini salah satu yang mengeluarkan air cukup banyak. Ada celah (rekahan) yang memanjang kearah hajar Aswad dengan panjang 75 cm denga ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil kearah Shaffa dan Marwa. Keterangan geometris lainnya, celah sumur dibawah tempat Thawaf 1.56 m, kedalaman total dari bibir sumur 30 m, kedalaman air dari bibir sumur = 4 m, kedalaman mata air 13 m, Dari mata air sampai dasar sumur 17 m, dan diameter sumur berkisar antara 1.46 hingga 2.66 meter.

 

Air hujan sebagai sumber berkah

Air hujan sebagai sumber berkah

Kota Makkah terletak di lembah, menurut SGS (Saudi Geological Survey) luas cekungan yang mensuplai sebagai daerah tangkapan ini seluas 60 Km2 saja, tentunya tidak terlampau luas sebagai sebuah cekungan penadah hujan. Sumber air Sumur Zam-zam terutama dari air hujan yang turun di daerah sekitar Makkah. Sumur ini secara hydrologi hanyalah sumur biasa sehingga sangat memerlukan perawatan. Perawatan sumur ini termasuk menjaga kualitas higienis air dan lingkungan sumur serta menjaga pasokan air supaya mampu memenuhi kebutuhan para jamaah **** di Makkah. Pembukaan lahan untuk pemukiman di seputar Makkah sangat ditata rapi untuk menghindari berkurangnya kapasitas sumur ini.

lokasi sumur Zamzam

Gambar diatas ini memperlihatkan lokasi sumur Zamzam yang terletak ditengah lembah yang memanjang. Masjidil haram berada di bagian tengah diantara perbukitan-perbukitan disekitarnya. Luas area tangkapan yang hanya 60 Km persegi ini tentunya cukup kecil untuk menangkap air hujan yang sangat langka terjadi di Makkah, sehingga memerlukan pengawasan dan pemeliharaan yang sangat khusus. Sumur Zamzam ini, sekali lagi dalam pandangan (ilmiah) hidrogeologi , hanyalah seperti sumur gali biasa. Tidak terlalu istimewa dibanding sumur-sumur gali lainnya. Namun karena sumur ini bermakna religi, maka perlu dijaga. Banyak yang menaruh harapan pada air sumur ini karena sumur ini dipercaya membawa berkah. Ada yang menyatakan sumur ini juga bisa kering kalau tidak dijaga. Bahkan kalau kita tahu kisahnya sumur ini diketemukan kembali oleh Abdul Muthalib (kakeknya Nabi Muhammad SAW) setelah hilang terkubur 4000 tahun (?). Dahulu diatas sumur ini terdapat sebuah bangunan dengan luas 8.3 m x 10.7 m = 88.8 m2. Antara tahun 1381-1388 H bangunan ini ditiadakan untuk memperluas tempat thawaf. Sehingga tempat untuk meminum air zamzam dipindahkan ke ruang bawah tanah. Dibawah tanah ini disediakan tempat minum air zam-zam dengan sejumlah 350 kran air (220 kran untuk laki-laki dan 130 kran untuk perempuan), ruang masuk laki perempuan-pun dipisahkan.

Monitoring dan pemeliharaan sumur Zamzam

Saat ini bangunan diatas sumur Zam-Zam yang terlihat gambar diatas itu sudah tidak ada lagi, bahkan tempat masuk ke ruang bawah tanah inipun sudah ditutup. Sehingga ruang untuk melakukan ibadah Thawaf menjadi lebih luas. Tetapi kalau anda jeli pas Thawaf masih dapat kita lihat ada tanda dimana sumur itu berada. Sumur itu terletak kira-kira 20 meter sebelah timur dari Ka’bah.

Monitoring dan pemeliharaan sumur Zamzam

Jumlah jamaah ke Makkah tiga puluh tahun lalu hanya 400 000 pertahun (ditahun 1970-an), terus meningkat menjadi lebih dari sejuta jamaah pertahun di tahun 1990-an, Dan saat ini sudah lebih dari 2.2 juta. Tentunya diperlukan pemeliharaan sumur ini yang merupakan salah satu keajaiban dan daya tarik tersendiri bagi jamaah haji. Pemerintah Saudi tentunya tidak dapat diam pasrah saja membiarkan sumur ini dipelihara oleh Allah melalui proses alamiah. Namun pemerintah Arab Saudi yang sudah moderen saat ini secara ilmiah dan saintifik membentuk sebuah badan khusus yang mengurusi sumur Zamzam ini. Sepertinya memang Arab Saudi juga bukan sekedar percaya saja dengan menyerahkan ke Allah sebagai penjaga, namun justru sangat meyakini manusialah yang harus memelihara berkah sumur ini.

Sistem Pompa

Pada tahun 1971 dilakukan penelitian (riset) hidrologi oleh seorang ahli hidrologi dari Pakistan bernama Tariq Hussain and Moin Uddin Ahmed. Hal ini dipicu oleh pernyataan seorang doktor di Mesir yang menyatakan air Zamzam tercemar air limbah dan berbahaya untuk dikonsumsi. Tariq Hussain (termasuk saya dari sisi hidrogeologi) juga meragukan spekulasi adanya rekahan panjang yang menghubungkan laut merah dengan Sumur Zam-zam, karena Makkah terletak 75 Kilometer dari pinggir pantai. Menyangkut dugaan doktor mesir ini, tentusaja hasilnya menyangkal pernyataan seorang doktor dari Mesir tersebut, tetapi ada hal yang lebih penting menurut saya yaitu penelitian Tariq Hussain ini justru akhirnya memacu pemerintah Arab Saudi untuk memperhatikan Sumur Zamzam secara moderen. Saat ini banyak sekali gedung-gedung baru yang dibangun disekitar Masjidil Haram, juga banyak sekali terowongan dibangun disekitar Makkah, sehingga saat ini pembangunannya harus benar-benar dikontrol ketat karena akan mempengaruhi kondisi hidrogeologi setempat. Badan Riset sumur Zamzam yang berada dibawah SGS (Saudi Geological Survey) bertugas untuk:

  • Memonitor dan memelihara untuk menjaga jangan sampai sumur ini kering.
  • Menjaga urban disekitar Wadi Ibrahim karena mempengaruhi pengisian air.
  • Mengatur aliran air dari daerah tangkapan air (recharge area).
  • Memelihara pergerakan air tanah dan juga menjaga kualitas melalui bangunan kontrol.
  • Meng-upgrade pompa dan dan tangki-tangki penadah.
  • Mengoptimasi supplai dan distribusi airZam-zam

Perkembangan perawatan sumur Zamzam.

Dahulu kala, zamzam diambil dengan gayung atau timba, namun kemudian dibangunlah pompa air pada tahun 1373 H/1953 M. Pompa ini menyalurkan air dari sumur ke bak penampungan air, dan diantaranya juga ke kran-kran yang ada di sekitar sumur zamzam. Uji pompa (pumping test) telah dilakukan pada sumur ini, pada pemompaan 8000 liters/detik selama lebih dari 24 jam memperlihatkan permukaan air sumur dari 3.23 meters dibawah permukaan menjadi 12.72 meters dan kemudian hingga 13.39 meters. Setelah itu pemompaan dihentikan permukaan air ini kembali ke 3.9 meters dibawah permukaan sumur hanya dalam waktu 11 minut setelah pompa dihentikan. Sehingga dipercaya dengan mudah bahwa akifer yang mensuplai air ini berasal dari beberapa celah (rekahan) pada perbukitan disekitar Makkah. Banyak hal yang sudah dikerjakan pemerintah Saudi untuk memelihara Sumur ini antara lain dengan membentuk badan khusus pada tahun 1415 H (1994). dan saat ini telah membangun saluran untuk menyalurkan air Zam-zam ke tangki penampungan yang berkapasitas 15.000 m3, bersambung dengan tangki lain di bagian atas Masjidil Haram guna melayani para pejalan kaki dan musafir. Selain itu air Zam-zam juga diangkut ke tempat-tempat lain menggunakan truk tangki diantaranya ke Masjidil Nabawi di Madinah Al-Munawarrah. Saat ini sumur ini dilengkapi juga dengan pompa listrik yang tertanam dibawah (electric submersible pump). Kita hanya dapat melihat foto-fotonya saja seperti diatas. Disebelah kanan ini adalah drum hidrograf, alat perekaman perekaman ketinggian muka air sumur Zamzam (Old style drum hydrograph used for recording levels in the Zamzam Well).

Kandungan mineral
Tidak seperti air mineral yang umum dijumpai, air Zamzam in memang unik mengandung elemen-elemen alamiah sebesar 2000 mg perliter. Biasanya air mineral alamiah (hard carbonated water) tidak akan lebih dari 260 mg per liter. Elemen-elemen kimiawi yang terkandng dalam air Zamzam dapa dikelompokkan menjadi : Yang pertama, positive ions seperti misal sodium (250 mg per litre), calcium (200 mg per litre), potassium (20 mg per litre), dan magnesium (50 mg per litre). Kedua, negative ions misalnya sulphur (372 mg per litre), bicarbonates (366 mg per litre), nitrat (273 mg per litre), phosphat (0.25 mg per litre) and ammonia (6 mg per litre).

Molekul air zam zam

Kandungan-kandungan elemen-elemen kimiawi inilah yang menjadikan rasa dari air Zamzam sangat khas dan dipercaya dapat memberikan khasiat khusus. Air yang sudah siap saji yang bertebaran disekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah merupakan air yang sudah diproses sehingga sangat aman dan segar diminum, ada yang sudah didinginkan dan ada yang sejuk (hangat). Namun konon prosesnya higienisasi ini tidak menggunakan proses kimiawi untuk menghindari perubahan rasa dan kandungan air ini.

Sumber : http://yasirmaster.blogspot.com/2008/11/sumur-zam-zam-dan-fakta-dibaliknya.html

Sejarah Gontor

Latar Belakang

Perjalanan panjang Pondok Modern Darussalam Gontor bermula pada abad ke-18. Pondok Tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok ini. Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia dinikahkan dengan putri Kyai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.

Gontor adalah sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Pada saat itu, Gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun bahkan pemabuk.

Dengan bekal awal 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang bernama Kyai Anom Besari. Ketika Kyai Anom Besari wafat, Pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama dengan pimpinan Kyai Santoso Anom Besari.

Setelah perjalanan panjang tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat. Tiga dari tujuh putra-putri Kyai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor. Mereka adalah;

  • KH. Ahmad Sahal (1901-1977)
  • KH. Zainuddin Fanani (1908-1967)
  • KH. Imam Zarkasyi (1910-1985)

Mereka memperbaharui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi. Pada saat itu, jenjang pendidikan dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian, pada 19 Desember 1936 yang bertepatan dengan 5 Syawwal 1355, didirikanlah Kulliyatu-l-Muallimin al-Islamiyah, yang program pendidikannya diselenggarakan selama enam tahun, setingkat dengan jenjang pendidikan menengah.

Dalam perjalanannya, sebuah perguruan tinggi bernama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) didirikan pada 17 November 1963 yang bertepatan dengan 1 Rajab 1383. Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD), yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Saat ini ISID memiliki tiga Fakultas: Fakultas Tarbiyah dengan jurusan Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahasa Arab, FakultasUshuluddin dengan jurusan Perbandingan Agama, dan Akidah dan Filsafat, dan Fakultas Syariah dengan jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum, dan jurusan Manajemen Lembaga Keuangan Islam. Sejak tahun 1996 ISID telah memiliki kampus sendiri di Demangan, Siman, Ponorogo.

Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo saat ini dipimpin oleh:

KH. Dr. Abdullah Syukri Zarkasyi

KH. Hasan Abdullah Sahal

KH. Syamsul Hadi Abdan

Panca Jiwa

Gedung Indonesia

Seluruh kehidupan di Pondok Modern Darussalam Gontor didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Panca Jiwa.

Panca Jiwa adalah lima nilai yang mendasari kehidupan Pondok Modern Gontor:

1.Jiwa Keikhlasan

Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Kyai ikhlas medidik dan para pembantu kyai ikhlas dalam membantu menjalankan proses pendidikan serta para santri yang ikhlas dididik.

Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang taat, cinta dan penuh hormat. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun.

2.Jiwa kesederhanaan

Kehidupan di pondok diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.

Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan .

3.Jiwa Berdikari

Berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan pesantren kepada para santrinya. Berdikari tidak saja berarti bahwa santri sanggup belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan juga harus sanggup berdikari sehingga tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain .

Inilah Zelp berdruiping sy s te e m (sama-sama memberikan iuran dan sama-sama memakai). Dalam pada itu, Pondok tidaklah bersifat kaku, sehingga menolak orang-orang yang hendak membantu. Semua pekerjaan yang ada di dalam pondok dikerjakan oleh kyai dan para santrinya sendiri, tidak ada pegawai di dalam pondok .

4. Jiwa Ukhuwwah Diniyyah

Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah diniyyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat.

5. Jiwa Bebas

Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar, masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Hanya saja dalam kebebasan ini seringkali ditemukan unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan atau prinsip.

Sebaliknya, ada pula yang terlalu bebas (untuk tidak mau dipengaruhi), berpegang teguh kepada tradisi yang dianggapnya sendiri telah pernah menguntungkan pada zamannya, sehingga tidak hendak menoleh ke zaman yang telah berubah. Akhirnya dia sudah tidak lagi bebas karena mengikatkan diri pada yang diketahui saja.

Maka kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya, yaitu bebas di dalam garis-garis yang positif, dengan penuh tanggungjawab; baik di dalam kehidupan pondok pesantren itu sendiri, maupun dalam kehidupan masyarakat.

Jiwa yang meliputi suasana kehidupan Pondok Pesantren itulah yang dibawa oleh santri sebagai bekal utama di dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa ini juga harus dipelihara dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.

Motto

Gedung Indonesia 4

Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor menekankan pada pembentukan pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor.

1. Berbudi tinggi

Berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh Pondok ini kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan; dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman motto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada.

2. Berbadan Sehat

Tubuh yang sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam pendidikan di Pondok ini. Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga, dan bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh seluruh santri sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

3. Berpengetahuan Luas

Para santri di Pondok ini dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi, sehingga seseorang itu tahu untuk apa ia belajar serta tahu prinsip untuk apa ia manambah ilmu.

4. Berpikiran Bebas

Berpikiran bebas tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya (liberal). Kebebasan di sini tidak boleh menghilangkan prinsip, teristimewa prinsip sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi petunjuk ilahi (hidayatullah). Motto ini ditanamkan sesudah santri memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas.

Panca Jangka

Wisma Darussalam

Dalam rangka mengembangkan dan memajukan Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor, dirumuskanlah Panca Jangka yang merupakan program kerja Pondok yang memberikan arah dan panduan untuk mewujudkan upaya pengembangan dan pemajuan tersebut.

Adapun Panca Jangka itu meliputi bidang-bidang berikut :

1. Pendidikan dan Pengajaran

Maksud jangka ini adalah berusaha secara maksimal untuk meningkatkan dan menyempurnakan pendidikan dan pengajaran di Pondok Modern Darussalam Gontor. Usaha ini tercatat dalam sejarah perjalanan Pondok ini yang dimulai dengan pendirian Tarbiyatul Athfal pada tahun 1926, Sullamul Muta’allimin tahun 1932. Sepuluh tahun kemudian, 1936, didirikan Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah, setingkat dengan Sekolah Menengah (Tsanawiyah dan Aliyah). Pada tahun 1963 didirikanlah Perguruan Tinggi yang bernama Institut Pendidikan Darussalam (sekarang bernama : Institut Studi Islam Darussalam). Adapun cita-cita selanjutnya adalah mendirikan Universitas Islam Darussalam, sebagaimana tertulis dalam Piagam Penyerahan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor.

2. Kaderisasi

Sejarah timbul dan tenggelamnya suatu usaha, terutama hidup dan matinya pondok-pondok di tanah air, memberikan pelajaran kepada para pendiri Pondok tentang pentingnya perhatian terhadap kaderisasi. Sudah banyak riwayat tentang pondok-pondok yang maju dan terkenal pada suatu ketika, tetapi kemudian menjadi mundur dan bahkan mati setelah pendiri atau kyai pondok itu meninggal dunia. Di antara faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran ataupun matinya pondok-pondok tersebut adalah tidak adanya program kaderisasi yang baik.

Bercermin pada kenyataan ini, Pondok Modern Darussalam Gontor memberikan perhatian terhadap upaya menyiapkan kader yang akan melanjutkan cita-cita Pondok.

3. Pergedungan

Jangka ini memberikan perhatian kepada upaya penyediaan prasarana dan sarana pendidikan dan pengajaran yang layak bagi para santri.

4. Chizanatullah

Di antara syarat terpenting bagi sebuah lembaga pendidikan agar tetap bertahan hidup dan berkembang adalah memiliki sumber dana sendiri. Sebuah lembaga pendidikan yang hanya menggantungkan hidupnya kepada bantuan pihak lain yang belum tentu didapat tentu tidak dapat terjamin keberlangsungan hidupnya. Bahkan hidupnya akan seperti ilalang di atas batu, “Hidup enggan, mati tak hendak”.

Di antara usaha yang telah dilakukan untuk memenuhi maksud ini adalah membentuk suatu badan khusus yang mengurusi dana, bernama Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Badan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM). Yayasan ini mengurusi dan mengembangkan harta wakaf milik pondok.

5. Kesejahteraan Keluarga Pondok

Jangka ini bertujuan untuk memberdayakan kehidupan keluarga-keluarga yang membantu dan bertanggungjawab terhadap hidup dan matinya Pondok secara langsung, sehingga mereka itu tidak menggantungkan penghidupannya kepada Pondok. Mereka itu hendaknya dapat memberi penghidupan kepada Pondok. Sesuai dengan semboyan : “Hidupilah Pondok dan jangan menggantungkan hidup kepada Pondok”.

Pantai Pasir Putih

Pantai Pasir Putih Situbondo:

Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, dikenal karena hamparan pasirnya yang putih. Tak hanya itu, morfologi pantai inipun terbilang unik. Topografinya yang melengkung menghadap ke laut dengan latar belakang hutan membentuk gugusan panorama yang sangat indah. Ke arah utara, wisatawan dapat melihat luasnya laut utara Jawa dengan garis putih di pinggir pantai. Di belakangnya, rimbunan hutan menyajikan kesejukan tersendiri.
Pasir Putih merupakan salah satu tujuan wisata pantai andalan bagi Provinsi Jawa Timur. Hal ini karena letaknya yang strategis, yaitu di pinggiran jalan utama Surabaya-Banyuwangi. Wisatawan yang ingin menuju ke Bali (dari Surabaya), atau menuju Gunung Bromo (dari Banyuwangi), biasanya mampir untuk beristirahat dan menyaksikan keindahan panorama yang disuguhkan, terutama menikmati eloknya matahari terbenam (sunset).
Keistimewaan:
Berbagai macam olahraga laut seperti berenang, menyelam, maupun berselancar dapat dilakukan di pantai ini. Jika enggan berenang, pengunjung dapat menaiki perahu untuk berlayar dan menikmati pemandangan bawah laut. Beragam hiburan seperti konser musik dan bermacam lomba seperti lomba selancar, memancing, dan lomba perahu nelayan tradisional sering diadakan untuk memuaskan para wisatawan.
Selain itu, pada bulan Oktober para nelayan biasanya mengadakan upacara Petik Laut, yaitu melarung makanan, jajanan, dan kepala lembu ke tengah laut sebagai upaya memohon berkah hasil laut dari Tuhan. Pada upacara ini tak jarang diadakan pementasan musik ?Gandrung?, yaitu musik tradisional yang populer di daerah Banyuwangi dan sekitarnya.
Lokasi:
Kecamatan Bungatan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur
Akses:
Jalur menuju Pantai Pasir Putih terbilang mudah karena posisinya di pinggir jalan utama Surabaya-Banyuwangi. Arena wisata pantai ini berjarak + 174 km dari Surabaya atau sekitar 4 jam perjalanan menggunakan bus (angkutan umum) dari terminal Bungurasih, Surabaya. Dari arah Situbondo, Pasir Putih berjarak + 21 km atau setengah jam perjalanan dari Kota Situbondo. Dari Ibu Kota Kabupaten ini, perjalanan menuju Pasir Putih dapat ditempuh dengan angkutan umum sepert bus dan minibus.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya:
Untuk pengunjung yang belum mahir berenang, di sekitar lokasi pantai terdapat banyak penyewaan ban-pelampung untuk bermain-main di tengah laut. Wisatawan juga dapat menyewa perahu yang dilengkapi kota-kaca untuk menyaksikan pemandangan bawah laut. Pengelola wisata juga menyediakan fasilitas kamar mandi, musholla, dan beberapa tempat untuk beristirahat berupa bangku beton yang biasanya dekat dengan para penjaja makanan.
Di tempat ini juga tersedia kios-kios yang menjual souvenir seperti replika perahu serta hiasan dan aksesoris dari kerang. Bagi yang ingin menginap, di sekitar lokasi terdapat penginapan berupa hotel, motel, dan losmen. Tetapi kalau ingin berkemah, ada juga area khusus untuk berkemah.

Kampus Putih

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berdiri pada tahun 1964, atas prakarsa tokoh-tokoh dan Pimpinan Muhammadiyah Daerah Malang. Pada awal berdirinya Universitas Muhammadiyah Malang merupakan cabang dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang didirikan oleh Yayasan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Jakarta dengan Akte Notaris R. Sihojo Wongsowidjojo di Jakarta No. 71 tang-gal 19 Juni 1963.

Pada waktu itu, Universitas Muhammadiyah Malang mempunyai 3 (tiga) fakultas, yaitu (1) Fakultas Ekonomi, (2) Fakultas Hukum, dan (3) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Agama. Ketiga fakultas ini mendapat status Terdaftar dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada tahun 1966 dengan Surat Keputusan Nomor 68/B-Swt/p/1966 tertanggal 30 Desember 1966.
Pada tanggal 1 Juli 1968 Universitas Muhammadiyah Malang resmi menjadi universitas yang berdiri sendiri (terpisah dari Universitas Muhammadiyah Jakarta), yang penyelenggaraannya berada di tangan Yayasan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Malang, dengan Akte Notaris R. Sudiono, No. 2 tertanggal 1 Juli 1968. Pada perkembangan berikutnya akte ini kemudian diperbaharui dengan Akte Notaris G. Kamarudzaman No. 7 Tanggal 6 Juni 1975, dan diperbaharui lagi dengan Akte Notaris Kumalasari, S.H. No. 026 tanggal 24 November 1988 dan didaftar pada Pengadilan Malang Negeri No. 88/PP/YYS/ XI/ 1988 tanggal 28 November 1988.
Pada tahun 1968, Universitas Muhammadiyah Malang menambah fakultas baru, yaitu Fakultas Kesejahteraan Sosial yang merupakan fi‘lial dari Fakultas Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dengan demikian, pada saat itu Universitas Muhammadiyah Malang telah memiliki empat fakultas. Selain itu, FKIP Jurusan Pendidikan Agama mendaftarkan diri sebagai Fakultas Agama yang berada dalam naungan Departemen Agama dengan nama Fakultas Tarbiyah.
Pada tahun 1970 Fakultas Tarbiyah ini mendapatkan status yang sama dengan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (IAIN), dengan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 50 Tahun 1970. Pada tahun ini pula Fakultas Kesejahteraan Sosial mengubah namanya menjadi Fakultas Ilmu Sosial dengan Jurusan Kesejahteraan Sosial. Kemudian pada tahun 1975 Fakultas ini resmi berdiri sendiri (terpisah dari Universitas Muhammadiyah Jakarta) dengan Surat Keputusan Terdaftar Nomor 022 A/1/1975 tanggal 16 April 1975.
Fakultas yang kemudian ditambahkan adalah Fakultas Teknik, yaitu pada tahun 1977. Pada tahun 1980 dibuka pula Fakultas Pertanian, kemudian menyusul Fakultas Peternakan. Antara tahun 1983 sampai dengan 1993, ditambahkan jurusan-jurusan baru dan ditingkatkan status jurusan-jurusan yang suudah ada. Yang terakhir, pada tahun 1993 Universitas Muhammadiyah Malang membuka Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen dan Magister Sosiologi Pedesaan
.
Sampai tahun akademik 1994/1995 ini, Universitas Muhammadiyah Malang telah memiliki 9 fakultas dan 25 jurusan/program studi tingkat strata Si, dua program studi strata-S2, dan satu akademi /strata-D3 Keperawatan.
Pada rentang tiga puluh tahun perjalanan UMM ini (1964- 1994), perkembangan yang paling berarti dimulai pada tahun 1983-an. Sejak saat itu dan seterusnya UMM mencatat perkembangan yang sangat mengesankan, balk dalam bidang peningkatan status Jurusan, dalam pembenahan administrasi, penambahan sarana dan fasilitas kampus, maupun penambahan dan peningkatan kualitas tenaga pengelolanya (administrasi dan akademik).  Tahun 2009, UMM menggabungkan Fakultas Pertanian dan Fakultas Peternakan-Perikanan menjadi Fakultas Pertanian dan Peternakan agar sesuai dengan konsorsium Ilmu-ilmu Pertanian.
Dalam bidang sarana fisik dan fasilitas akademik, kini telah tersedia tiga buah kampus: Kampus I di Jalan Bandung No. 1, Kampus II di Jalan Bendungan Sutami No. 188a, dan Kampus III (Kampus Terpadu) di Jalan Raya Tlogo Mas. Dalam bidang peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga akademik, telah dilakukan (1) rekruitmen dosen-dosen muda yang berasal dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di pulau Jawa, (2) Peningkatan kualitas para dosen dengan mengirim mereka untuk studi lanjut (S2 dan S3) di dalam maupun di luar negeri.
Berkat perjuangan yang tidak mengenal berhenti ini, maka kini Universitas Muhammadiyah Malang sudah menjelma ke arah perguruan tinggi alternatif. Hal ini sudah diakui pula oleh Koordinator Kopertis Wilayah VII yang pada pidato resminya pada wisuda sarjana Universitas Muhammadiyah Malang tanggal 11 Juli 1992, mengemukakan bahwa UMM tergolong perguruan tinggi yang besar dan berprospek untuk menjadi perguruan tinggi masa depan.
Dengan kondisi yang terus ditingkatkan, kini Universitas Muhammadiyah Malang dengan bangga tetapi rendah hati siap menyongsong masa depan, untuk ikut serta dalam tugas bersama “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan “membangun manusia Indonesia seutuhnya” dalam menuju menjadi bangsa Indonesia yang bermartabat dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Trik-Trik yahudi menyerang islam

Assalamualaikum. …,Bismillahirrohmanir rohim,Allahuma Sholli wa Salim alaih…

Seorang guru wanita sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid- muridnya. Ia duduk menghadap murid- muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada pemadam. Guru itu berkata, “Saya ada satu permainan… Caranya begini, ditangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat pemadam ini, maka katalah “Pemadam!”
Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka sebutlah “Pemadam!”, jika saya angkat pemadam, maka katakanlah “Kapur!”. Dan diulangkan seperti tadi, tentu saja murid-murid tadi keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti.
Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. “Murid-murid, begitulah kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh musuh kita memaksakan kepada kita dengan berbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tamamungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi kerana terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kamu akan terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kamu tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.
“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang aneh, Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan dan trend, hiburan yang asyik dan panjang sehingga melupakan yang wajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup dan lain lain.” “Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, anda sedikit demi sedikit menerimanya tanpa rasa ia satu kesalahan dan kemaksiatan. Paham?” tanya Guru kepada murid- muridnya. “Paham bu guru…”
“Baik permainan kedua…” begitu Guru melanjutkan.
“Ibu Guru ada Qur’an, Ibu Guru akan letakkannya di tengah karpet. Sekarang anda berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada ditengah tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain.
Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet. “Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. .. Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak anda dengan terang- terang…Karena tentu anda akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung anda perlahan- lahan dari pinggir, sehingga anda tidak sadar.
“Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibuat pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dgn pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, Almari dibuang dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan. …”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang- terangan, tapi ia akan perlahan-lahan meletihkan anda. Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun anda muslim, tapi anda telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka… Dan itulah yang merekainginkan.” “Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita… ”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terang menginjak-injak Ibu Guru?” tanya murid- murid. “Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.” “Begitulah Islam… Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru merekaakan sadar”.
“Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang….” Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya…

RENUNGILAH SAHABAT SEMUA..
TOLONG SEBARKAN PADA SAUDARA2 ISLAM KITA..SEMOGA ALLAH MEMBERI TAUFIQ DAN HIDAYAH PADA KITA DAN KELUARGA KITA… MARILAH KITA SAMA2 SADAR BAHAWA AGAMA, BANGSA DAN TANAH AIR KITA SEMAKIN TERANCAM!
UMAT ISLAM SEMAKIN MUDAH DIBELI DENGAN UANG, DILALAIKAN DENGAN KEINDAHAN DAN MEMUJA KESERAKAHAN HIDUP, HINGGA HILANG MARTABAT DAN HARGA DIRI!!
UNTUK ITU, MARILAH, KITA BETULKAN APA YG KITA MAMPU BERSAMA2..JANGAN HANYA BILA SEGALANYA SUDAH TERJADI, SAMA SEPERTI SAUDARA KITA DI NEGARA2 LAINNYA, BARU KESADARAN ITU TIMBUL, MUNGKIN MASIH BELUM TERLAMBAT TAPI KITA MASIH BISA INSYA ALLAH MEMPERBAIKINYA. MULAI DARI DIRI KITA, KELUARGA KITA, KERABAT, SAHABAT DAN ORANG-ORANGDISEKELILING KITA

YA ALLAH, SATUKANLAH UMAT ISLAM.. AMIIINN…
Sebagai umat Islam yang bertanggungjawab, tolonglah forwardkan Catatan l ini kepada sahabat2 Islam kita yang lain. Semoga yang baik dijadikan teladan dan yang buruk dijadikan peringatan.. ALLAHU a’lam.

Alhamdulillah Wassalamualaikum. 

Previous Older Entries